Dalam dunia yang semakin multipolar, hubungan antar negara berkembang menjadi semakin relevan dan strategis dalam membentuk tatanan global yang lebih inklusif dan adil. Negara berkembang tidak lagi sekadar menjadi objek dalam dinamika hubungan internasional, tetapi telah menjadi aktor penting yang aktif menjalin kerja sama lintas kawasan. Tesis hubungan antar negara berkembang membahas bagaimana kolaborasi ini terbentuk, apa tantangannya, serta bagaimana masa depan solidaritas global selatan dapat diarahkan untuk kesejahteraan bersama. Artikel ini akan menguraikan lima pembahasan utama: (1) Konteks Historis dan Konseptual, (2) Bentuk Kerja Sama dan Pola Hubungan, (3) Faktor Pendorong dan Penghambat, (4) Studi Kasus Hubungan Strategis, dan (5) Prospek Masa Depan.
Baca Juga: Tesis Perbandingan Sistem Internasional: Analisis Konseptual dan Praktis
Konteks Historis dan Konseptual Hubungan Antar Negara Berkembang
Hubungan antar negara berkembang merupakan bagian penting dari dinamika global sejak era pasca-kolonial. Negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin mulai mempererat hubungan satu sama lain setelah memperoleh kemerdekaan, sebagai respons terhadap dominasi politik, ekonomi, dan militer oleh negara maju. Gerakan Non-Blok (GNB) dan Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung menjadi tonggak awal solidaritas negara-negara berkembang dalam melawan imperialisme dan mendukung kemandirian nasional.
Dalam konteks konseptual, hubungan antar negara berkembang dipahami sebagai bentuk kerja sama horizontal yang didasari oleh kesetaraan, saling menghormati kedaulatan, dan kepentingan bersama. Berbeda dengan pola hubungan vertikal antara negara maju dan negara berkembang yang sering timpang, kerja sama ini mengedepankan prinsip solidaritas global selatan (South-South Cooperation).
Selama era Perang Dingin, kerja sama ini juga memiliki dimensi ideologis, di mana banyak negara berkembang berusaha untuk tidak terjebak dalam kutub persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Mereka memilih jalur netral atau independen, yang pada akhirnya memperkuat solidaritas di antara sesama negara yang memiliki sejarah kolonialisme dan ketergantungan struktural yang sama.
Pada dekade 1980-an dan 1990-an, hubungan antar negara berkembang sempat mengalami stagnasi karena krisis utang, perubahan kebijakan ekonomi domestik, dan tekanan dari lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Namun, memasuki abad ke-21, hubungan ini kembali menguat, ditandai oleh munculnya kekuatan baru seperti Tiongkok, India, dan Brasil yang menjadi pelopor kerja sama global selatan dengan pendekatan ekonomi-politik yang lebih pragmatis.
Kini, hubungan antar negara berkembang semakin kompleks dan strategis, mencakup berbagai bidang mulai dari perdagangan, pendidikan, keamanan, hingga perubahan iklim. Tesis mengenai hubungan ini tidak lagi sekadar membahas solidaritas ideologis, tetapi juga menyentuh aspek realpolitik, diplomasi ekonomi, dan kepentingan nasional masing-masing negara.
Bentuk Kerja Sama dan Pola Hubungan Negara Berkembang
Hubungan antar negara berkembang diwujudkan dalam berbagai bentuk kerja sama bilateral, regional, dan multilateral. Secara bilateral, banyak negara berkembang menjalin hubungan dagang langsung satu sama lain, seperti antara Indonesia dan Vietnam, atau antara Brasil dan Nigeria. Kerja sama ini sering difokuskan pada sektor energi, pertanian, dan teknologi.
Dalam konteks regional, organisasi seperti ASEAN, MERCOSUR, dan African Union menjadi wadah penting untuk memperkuat kerja sama intra-kawasan. ASEAN, misalnya, telah sukses menciptakan kawasan yang relatif stabil secara politik dan dinamis secara ekonomi, dengan peningkatan perdagangan intra-regional yang signifikan dalam dua dekade terakhir.
Pada tingkat multilateral, kerja sama negara berkembang terwujud melalui forum seperti BRICS, G77, dan South-South Cooperation Framework. Dalam forum-forum ini, negara berkembang berupaya menyuarakan kepentingan bersama di hadapan dominasi negara-negara maju dalam lembaga global seperti WTO, PBB, dan IMF. Kerja sama ini menjadi bentuk advokasi kolektif untuk sistem internasional yang lebih adil.
Pola hubungan antar negara berkembang juga mencakup pertukaran teknologi dan pendidikan. Negara seperti India dan Kuba, misalnya, menawarkan beasiswa pendidikan tinggi bagi pelajar dari negara berkembang lain. Teknologi pertanian dari Brasil, sistem pengairan dari Israel, serta teknologi informasi dari Tiongkok juga telah ditransfer ke banyak negara di Afrika dan Asia melalui berbagai skema bantuan teknik.
Namun, penting dicatat bahwa meskipun dilandasi oleh semangat solidaritas, pola hubungan ini juga dipengaruhi oleh kalkulasi strategis dan kepentingan nasional masing-masing negara. Tidak jarang, negara berkembang dengan kekuatan ekonomi yang lebih besar seperti Tiongkok atau India memposisikan diri sebagai pemimpin regional yang dominan, yang terkadang menimbulkan ketegangan dengan negara mitra mereka.
Faktor Pendorong dan Penghambat Hubungan Antar Negara Berkembang
Hubungan antar negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Berikut ini adalah uraian faktor-faktor tersebut:
Faktor Pendorong
- Sejarah bersama: Mayoritas negara berkembang memiliki latar belakang kolonialisme, yang mendorong solidaritas dan empati antar sesama negara.
- Kebutuhan akan mitra alternatif: Ketergantungan terhadap negara maju atau lembaga global mendorong pencarian mitra baru dari sesama negara berkembang.
- Pertumbuhan ekonomi: Meningkatnya kapasitas ekonomi beberapa negara berkembang seperti Tiongkok, India, dan Brasil menjadikan mereka aktor yang mampu memimpin kerja sama global selatan.
- Krisis global: Situasi seperti pandemi COVID-19 menunjukkan pentingnya solidaritas negara berkembang dalam hal logistik medis dan distribusi vaksin.
- Peran organisasi kawasan dan global: Forum seperti G77, ASEAN, dan BRICS memperkuat konektivitas dan harmonisasi kebijakan antar negara berkembang.
Faktor Penghambat
- Perbedaan tingkat pembangunan: Ketimpangan ekonomi dan infrastruktur membuat kerja sama tidak selalu berjalan seimbang.
- Persaingan regional: Rivalitas antar negara seperti India-Pakistan atau Brasil-Argentina dapat menghambat integrasi kawasan.
- Kendala birokrasi dan regulasi: Perbedaan kebijakan domestik serta minimnya harmonisasi hukum menjadi hambatan teknis dalam kerja sama.
- Keterbatasan sumber daya: Banyak negara berkembang masih bergantung pada bantuan luar untuk pembiayaan kerja sama.
- Kurangnya kepercayaan: Politik dalam negeri dan perubahan rezim kerap membuat kerja sama tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Studi Kasus Hubungan Strategis Antar Negara Berkembang
Untuk memperkuat analisis, berikut adalah beberapa studi kasus yang menggambarkan hubungan strategis antar negara berkembang.
a. Tiongkok – Afrika
- Tiongkok telah menjalin hubungan ekonomi yang intensif dengan negara-negara Afrika sejak awal 2000-an.
- Melalui Forum on China-Africa Cooperation (FOCAC), Tiongkok memberikan pinjaman infrastruktur dan bantuan pembangunan.
- Hubungan ini sering dipandang sebagai bentuk “diplomasi ekonomi”, tetapi juga mendapat kritik karena berisiko menciptakan utang jangka panjang.
b. India – ASEAN
- India memperkuat kerja sama ekonomi dan keamanan dengan negara-negara Asia Tenggara dalam kerangka Act East Policy.
- Hubungan ini mencakup perdagangan bebas, kerja sama pendidikan, dan pengembangan teknologi digital.
c. Brasil – Afrika
- Sebagai bagian dari kebijakan luar negeri global selatannya, Brasil memperluas diplomasi ke Afrika melalui transfer teknologi pertanian dan kesehatan.
- Hubungan ini berbasis pada solidaritas sejarah serta kepentingan ekonomi.
d. Indonesia – Afrika
- Indonesia aktif mempromosikan kerja sama ekonomi dan diplomasi budaya dengan negara-negara Afrika, termasuk melalui Indonesia-Africa Forum.
- Inisiatif ini mencakup promosi produk UMKM, kerja sama pembangunan, dan investasi strategis di bidang energi.
e. Iran – Venezuela
- Meski keduanya menghadapi sanksi internasional, Iran dan Venezuela menjalin kerja sama energi dan logistik.
- Ini menunjukkan bahwa negara berkembang juga bisa membentuk aliansi berdasarkan kebutuhan geopolitik.
Prospek Masa Depan Hubungan Antar Negara Berkembang
Melihat dinamika yang ada, hubungan antar negara berkembang memiliki prospek cerah jika dikelola secara strategis dan berkelanjutan. Pertama, kehadiran teknologi digital memungkinkan negara berkembang membangun koneksi lintas kawasan dengan biaya lebih rendah dan efektivitas lebih tinggi. Kolaborasi berbasis platform digital dapat memperkuat perdagangan, pendidikan, dan pertukaran data secara langsung.
Kedua, kerja sama antar negara berkembang harus diarahkan untuk meningkatkan ketahanan bersama terhadap krisis global. Isu seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan krisis energi dapat ditangani lebih efektif melalui sinergi antara negara-negara dengan karakteristik serupa. Selain itu, peran pemuda dan masyarakat sipil dari negara berkembang juga semakin besar dalam mendorong diplomasi akar rumput dan kerja sama budaya yang inklusif.
Ketiga, tantangan geopolitik global seperti polarisasi antara Barat dan Timur, serta ketegangan antara negara maju dan berkembang, justru membuka peluang bagi negara berkembang untuk membentuk blok atau jaringan kerja sama alternatif. Selama dikelola dengan prinsip kesetaraan, non-intervensi, dan saling menguntungkan, hubungan ini akan menjadi pilar penting dalam membangun tatanan dunia yang lebih multipolar dan berimbang.
Baca Juga: Metode Campuran dalam Pendidikan Menggabungkan Kekuatan Kuantitatif dan Kualitatif
Kesimpulan
Tesis hubungan antar negara berkembang memberikan landasan penting bagi pemahaman mengenai dinamika baru dalam politik dan ekonomi global. Kerja sama di antara negara-negara berkembang tidak lagi hanya berbasis pada solidaritas ideologis, tetapi juga pada kebutuhan strategis dan kepentingan ekonomi yang semakin kompleks. Hubungan ini memiliki potensi besar untuk menciptakan tatanan global yang lebih adil dan seimbang, tetapi juga dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketimpangan pembangunan, persaingan regional, dan tekanan dari kekuatan besar. Oleh karena itu, strategi yang terencana, koordinasi kebijakan, dan penguatan institusi menjadi kunci keberhasilan hubungan ini di masa depan. Sebagai aktor penting dalam sistem internasional, negara berkembang perlu terus memperkuat kerja sama satu sama lain sebagai cara untuk memperluas pengaruh, meningkatkan daya tawar, dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Jika Anda merasa kesulitan dalam menyelesaikan Tesis, jangan ragu untuk menghubungi layanan konsultasi Tesis.id dan dapatkan bantuan profesional yang Anda butuhkan untuk menyelesaikan tesis Anda dengan baik.